Penjelasan Susu Berbakteri E. Sakazakii

Assalamualaikum.. Hai semua :) cukup lama saya tidak membuat post baru.


Akhir-akhir ini sering kita mendengar kasus yang dibesar-besarkan oleh media massa di Indonesia mengenai Bakteri Enterobacter Sakazakii yang terkandung dalam susu formula. Beritanya sungguh simpang siur dan sempat meresahkan masyarakat. Lebih-lebih kasus ini cukup menyudutkan IPB sebagai pihak yang melakukan riset tersebut dan banyak pihak yang tak tahu duduk perkara meminta IPB mengumumkan merek-merek susu apa saja yang tercemar bakteri tersebut. 
Hal yang saya ketahui adalah bahwa penelitian yang dilakukan oleh Sri Estuningsih merupakan penelitian doktoral saat mengambil Biologi dan Patologi di Justus Liebig Universitat, Gieben, Jerman. Penelitian ini bertujuan untuk mencari penyebab diare pada bayi dengan fokus pada bakteri Salmonella, Shigella, dan E. Coli dan ternyata penelitian ini justru menemukan bakteri lain yang terkandung dalam susu formula (dalam sampel penelitiannya) yaitu E. Sakazakii. Penelitian ini juga dilakukan pada tahun 2003 silam, sudah beberapa tahun berlalu dan hasil penelitian tesebut sudah diusulkan kepada pihak terkait yang lebih berwenang (baca : Pemerintah) untuk menindak lanjuti hal tersebut. Dalam hal mengumumkan produk susu apa saja yang tercemar bakteri Sakazakii, memang IPB tidaklah berwenang melakukan hal tersebut, mengingat IPB adalah lembaga penelitian dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) lah yang seharusnya berhak dan berwenang akan hal tersebut. Hal lainnya adalah bahwa sampel penelitian tersebut tidaklah semua susu formula yang beredar di Indonesia, sehingga tidak semua susu diuji dalam penelitian. Perlu pengujian kembali oleh BPOM apakah sekarang ini produk-produk susu  yang tersebar di Indonesia telah aman. WHO dan FDA pun mengungkapkan bahwa semua susu dapat beresiko tercemar bakteri, hal yang paling penting adalah bahwa bakteri tersebut juga sebenarnya akan mati pada suhu 70 derajat celcius atau lebih. Mungkin kapasitas saya disini adalah sebagai kaum akademisi  yang cukup memahami kode etik penelitian bahwa memang bukan kapasitas Lembaga Penelitian untuk mengumumkan hal seperti di atas pada khalayak masyarakat, karena ada lembaga lain yang memang berwenang . Lembaga penelitian hanyalah mengusulkan hasil penelitian yang ditemukan pada pihak yang terkait untuk dapat ditindaklanjuti. Selain itu, terlalu heboh alias "lebay"nya pemberitaan yang dilakukan media massa dan pihak-pihak tertentu yang mencoba mengambil keuntungan akan kasus tersebut, justru malah membangkitkan  keresahan masyarakat yang notabene kurang memahami akan apa yang terjadi.  Saran saya, kita sebagai konsumen memang haruslah kritis akan produk yang mungkin membahayakan kita, tapi bukan berarti kita mudah tersulut akan pemberitaan yang belum jelas kebenarannya atau terlalu dibesar-besarkan. :) 

Di bawah ini ada beberapa link yang saya lampirkan dan masih berhubungan dengan kasus ini. Harapannya dengan membaca link tersebut semoga dapat memberi kejelasan pada kita semua mengenai keresahan dan simpang-siurnya akan pemberitaan yang ada. 



 

Popular posts from this blog

Crystals and Flakes

summer in fall

Beauty and the beast