Saya adalah saya
Sebuah Penggalan Kisah
Saya menyayanginya dengan cara yang baik dan menerima sebuah jalinan dengan cara yang baik. Tidak dengan merebut dari wanita lain yang mengakui memilikinya, tidak juga dengan bujuk rayu tipu daya terhadap pria itu. Saya adalah wanita yang tidak menyukai perebutan seorang pria, ataupun wanita yang suka menggoda pria agar saya dapat memilikinya. Ketika saya tidak suka atau menolak sesuatu, maka jelas saya akan bilang "tidak", meskipun berkali-kali orang akan mencoba bertanya mengapa. Saya hanya ingin mencintai dan dicintai dalam jumlah satu untuk masing-masing dan dengan cara yang baik-baik. Saya adalah saya, dan saya menerima mereka yang melihat saya sebagai saya, bukan sebagai bayangan lain. Saya akan cenderung melepas pria yang punya jalinan dengan saya, ketika ada wanita lain yang amat menyayanginya, meskipun saya pun amat menyayangi. Sebab saya tak ingin bahagia diatas ketidakbahagiaan wanita lain, diatas pedih wanita lain, diatas ketidak-ikhlasan wanita lain, diatas doa tidak baik dari wanita lain. Meskipun keputusan "memilih saya" datang dari dalam hati sang pria. Tentunya saya menghargai pria yang telah membuat saya nyaman, bahkan memilih saya dari sekian wanita yang hadir dalam hidupnya, tapi pilihan kemungkinan melepas bukanlah berarti saya menyerah terhadap perasaan sayang yang saya miliki, hanya saja saya tak ingin hidup tanpa ketenangan.
Saya menyayanginya dengan cara yang baik dan menerima sebuah jalinan dengan cara yang baik. Tidak dengan merebut dari wanita lain yang mengakui memilikinya, tidak juga dengan bujuk rayu tipu daya terhadap pria itu. Saya adalah wanita yang tidak menyukai perebutan seorang pria, ataupun wanita yang suka menggoda pria agar saya dapat memilikinya. Ketika saya tidak suka atau menolak sesuatu, maka jelas saya akan bilang "tidak", meskipun berkali-kali orang akan mencoba bertanya mengapa. Saya hanya ingin mencintai dan dicintai dalam jumlah satu untuk masing-masing dan dengan cara yang baik-baik. Saya adalah saya, dan saya menerima mereka yang melihat saya sebagai saya, bukan sebagai bayangan lain. Saya akan cenderung melepas pria yang punya jalinan dengan saya, ketika ada wanita lain yang amat menyayanginya, meskipun saya pun amat menyayangi. Sebab saya tak ingin bahagia diatas ketidakbahagiaan wanita lain, diatas pedih wanita lain, diatas ketidak-ikhlasan wanita lain, diatas doa tidak baik dari wanita lain. Meskipun keputusan "memilih saya" datang dari dalam hati sang pria. Tentunya saya menghargai pria yang telah membuat saya nyaman, bahkan memilih saya dari sekian wanita yang hadir dalam hidupnya, tapi pilihan kemungkinan melepas bukanlah berarti saya menyerah terhadap perasaan sayang yang saya miliki, hanya saja saya tak ingin hidup tanpa ketenangan.
Mungkin memang saya tidak tahu apa-apa mengenai urusan sang pria yang pernah ia coba selesaikan dengan wanita itu. Ketika sesuatu hal itu selesai, mungkin sang pria tidak ingin serta merta membangun tembok pemisah dengan wanita itu. Sebab ia khawatir sesuatu yang berbahaya akan terjadi jika ia seolah-olah membuang hati usang yang sebenarnya tidak ingin dipertahankan sejak lama. Ia menunggu waktu yang tepat agar dapat alasan untuk berhenti, hingga suatu ketika akhirnya dapat berhenti. Saya paham, sebab itu saya diam, sesakit apapun cara sang pria mencoba bersahabat dengan wanita masa lalunya, sebab saya tahu pasti pahit pula rasanya menjadi wanita itu. Meskipun sejuta alasan sang pria jelaskan dan yakinkan pada saya bahkan hingga putus asa dalam tangis, bahwa saya adalah pilihan hatinya, hanya saya seorang bukan wanita lain. Maka ada saat dimana masing-masing pihak merasa dijahati dan tersakiti. Dalam kenyataannya, saya selalu mencoba acuh dan pura-pura tidak tahu ketika dulu sang pria dan sang wanita itu mencoba bertemu, berkirim pesan, dan lain sebagainya selagi saya sudah mempunyai jalinan. Saya bilang "cinta adalah hak semua orang, dan kita adalah makhluk sosial yang selalu ingin berinteraksi dan menjaga integrasi, bahkan dengan orang yang diam-diam atau nyata kita sayangi ataupun sekedar menjaga hal baik", saya percaya pada apa-apa yang baik yang ada pada diri sang pria dan wanita itu. Mungkin saya naif, walaupun saya memang panas hati, seolah mungkin perilaku sang pria dan wanita itu memperolok saya, sedikit menyobek dan menyayat hati saya. Kadang setan berdoa dalam hati saya, "Ya Tuhan berikan karma pada mereka yang mengganggu hati murni saya, yang begitu saya percayai dimuka namun ternyata berkhianat dibelakang, saya berharap ada saatnya orang itu merasakan bagaimana perihnya yang saya rasakan dan saya jaga dengan sabar". Setan memang jahat, doanya selalu jelek dan membuat seolah-olah diri kita yang terpojok bukan orang lain, saya selalu ingin menepis keburukan itu. Maka dilain sisi, hati baik saya juga berdoa " Tuhan, engkau tahu yang terbaik untuk saya, engkau selalu memberi cara agar saya dan mereka jauh lebih bijak menghadapi semua masalah yang dihadapi, tidak dengan emosi sesaat tapi dengan cara yang baik, saya yakin Kau punya jawaban untuk kita semua, maka kuatkan saya berusaha dengan kesabaran".
Maka perlahan-lahan semua hal tersembunyi terungkap meski sakit saat menyadarinya, meski hati seolah bimbang antara bertahan dan pergi, antara memaki dan diam, antara sedih dan senang, antara damai dan terusik. Saya lega dan bingung memahami berbagai macam sudut cerita yang kadang berbeda, saya mencoba memahami siapa yang dalam bahasa sarkastik "brengsek". Tapi pada akhirnya saya cenderung mempercayai sang pria yang jauh lebih jujur pada saya, bukan alasan karena sayang semata, tapi yang jauh lebih masuk dalam logika, yang pernah hadir dalam masa tersulit saya dan tidak meninggalkan saya, dia melihat saya sebagai saya, dalam posisi pria yang netral dan dapat dipercaya. Mungkin benar, ada bagian saya percaya karena saya selalu bersama sang pria sehingga kurang memahami sang wanita itu, tapi saya yakini bahwa tiap wanita pada dasarnya punya hati baik dan tulus, punya hati yang dapat berempati, maka saya selalu percaya bahwa wanita itu baik. Bagaimanapun juga, saya tidak akan serta merta percaya pada semua kata manis dan janji sang pria, sebab mungkin saja suatu saat semua akan berubah, meskipun saat ini dia ucap dengan sungguh hati. Pada dasarnya manusia memanglah tidaklah sempurna, namun justru dari ketidaksempurnaan itu kita belajar untuk mencintai. Saya perlu terbang tinggi untuk melihat indahnya rasa cinta, tapi lebih-lebih saya perlu persiapan yang baik pula agar ketika saya terjatuh dari ketinggian, saya tidak akan mati terkapar dan dapat bangkit kembali.